Oleh : Pdt. Elson Lingga M.Th.

  1. Di tahun 2003 LWF  membuat sidang raya ke 10 di Winipeg Kanada. Pertemuan raya yang meriah itu diikuti 379 delegasi dari seluruh dunia, serta dilayani oleh 500 volutir dari gereja gereja di Kanada. Termasuk kita dari gereja GKPPD ada di dalamnya. Thema sidang raya tersebut berbunyi “for the healing of the world”.  Thema itu adalah satu untaian kalimat setelah membuat simbol atau logo yang sangat menarik. Simbol itu berupa lingkaran, yang setengahnya berupa garis datar mulai dari kanan ke kiri. Dibawah garis itu terlihat seperti tanah yang retak retak karena tidak pernah dibasahi oleh air hujan. Di sebelah kiri muncul salib Kristus dan disebelah kanan munculnya atunas berdaun 3 helai. Dibawah logo itulah tersusun rapi kata kata For the healing of the world, atau dalam bahasa Indoneisa Menjadi kesembuhan bagi bangsa bangsa. Yang paling menarik adalah kaitan antara salib Kristus dengan bumi yang rapuh serta tunas dengan daun daun itu. Tanah yang retak retak itu adalah persoalan lingkungan, terjadinya kekerasan seksual, persoalan politik rasial, bahkan hingga krisis arir bersih serta ketidak adilan. Semua persoalan itu bersatu padu membuat bumi kita seakan akan rapuh dan menuju kehancuran. Untunglah salib Kristus menjadi tekad orang percaya yang terpanggil untuk menunaikan panggilannya menjadi alat penyembuh bagi bangsa bangsa seperti tertulis dalam Wahyu 22:2 berbunyi  seperti ini, “Di tengah-tengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa”. Pohon tersebut adalah orang orang percaya yang bersekutu berdoa saling berpartisipasi untuk menjadi kesembuhan bagi bangsa bangsa.  Pada sidah gereja gereja dunia sebelumnya sering terjadi apakah yang paling utama dari persoalan persoalan itu  untuk diselesaian. Ada yang mengatakan mengupayakan perdamaian, bahkan juga persoalan keutuhan ciptaan. Tetapi kemudian diputuskan bahwa keadilanlah yang paling utama. Kalau keadilan itu tidak diupayakan maka semua usaha akan sia-sia. Keadilan menjadi nafas gerak hidup kita ketika menghadapi persoalan itu hingga bisa selesai dengan baik. 
  2.  Saudara yang kekasih, apakah yang dimaksud dengan keadilan? Dan bagaimanakah ketidak adilan menjadi masalah manusia sepanjang masa? Ini menjadi dua pertanyaan yang selalu memenuhi perkara perkara hidup manusia dengan sesamanya bahkan manusia dengan lingkungan. Kalau kita melihat misalnya kondisi negara negara maju, sebut saja seperti Amerika Serikat. Apakah disana tidak ada lagi masalah keadilan? Bisa saja kita mengatakan negara maju seperti Amerika Serikat tidak memiliki persaoalan ketidak adilan. Ternyata, Amerika memiliki banyak persoalan masyarakat yang dinilai sebagai akibat dari ketidak adilan pemerintahnya atau juga orang yang kaya raya terhadap masyarakat miskin. Mereka yang menjadi orang terpinggirkan itu, sering sekali hanya dilihat dalam angka namun tidak merasakan apa yang mereka alami. Pada hal sebaiknya, perlu sekali menyaksikan bagaimana orang miskin itu menjalani kehdipupannya setiap hari bergelut dengan apakah ada makanan atau tidak. Oleh karena itulah  kita bisa menelususri betapa banyak masyarakat yang miskin tanpa rumah dan pekerjaan. Mereka hanya hidup dari mengumpulkan kaleng bekas atau kertas kertas hingga plastik plastik. Amerika masih seperti itu. Kemudian kalau kita bicara mengenai bagaimana negara seharusnya mengatasi persoalan persoalan tersebut? Ada banyak penulis yang pernah mengangkat betapa tingginya anggaran biaya Militer Amerika yang setiap tahun  dileluarkan lembaga keuangan negara adi daya itu berupa pembelian alat alat perang berupa pesawat tempur, berbagai jenis peluru mulai dari yang sederhana hingga peluru kendali ber hulu ledak nuklir. Biaya operasional kapal selam yang sangat besar jumlahnya. Biaya latihan perang, dan pemeliharaan alat alat persenjataan hingga gaji para jenderal dan prajurit yang sedang bersiap siaga diberbagai wilayah. Akumulasi biaya untuk militer Amerika, bahkan hampir seluruh negara di nudia ini sangat besar. Pada hal 10 persen saja dari anggaran itu di alihkan, maka uang itu akan bisa menyelesaikan perkara orang orang yang tidak memiliki rumah dan pengangguran di Amerika Serikat itu.  Bahkan bisa menyelesaikan pembangunan sumur bor untuk air minum dan ari bersih di setiap desa di negara sub sahara, Afrika. Bandingkanlah misalnya dengan negara kita yang berencana akan memperbaharui alat alat persenjataan TNI dengan pembelian pesawat tempur modern. Kita terkejut dengan harga satuan yang sangat mahal. Pesawat F16 adalah pesawat tercanggih dan terlaris saat ini dengan harga 1 triliun perbuahnya. Namun untuk apa semuanya itu kalau masyarakat tidak merasakan keadilan didalam kehidupannya? Kalau masyarakat miskin masih banyak dan persoalan mereka tidak teratasi. Atau masalah lingkungan hidup yang serasa tergantung tanpa ada penyelesaian oleh pemerintah dan pebisnis hutan yang mendapat ijin dari pemerintah. Oleh karena itu renungan pada saat ini menyapa kita tentang keadilan didalam Tuhan.
  3. Dalam ayat 15 dan 17 renungan ini mau memberitahukan kepada kita bahwa Allah adalah Tuhan yang mendirikan KerajaanNya diatas keadilan dan hukum. Namun bukan itu saja, kasih dan kesetiaan juga berjalan berbarengan dihadapanNya. Untuk itulah maka dikatakan bangsa bangsa akan bersorak sorai dan hidup dalam kemuliaan wajahNya. Secara sederhana kita bisa melihat dan merasakan keadilan dari Tuhan. Kita merasakan sejuknya udara yang memenuhi paru paru kita tanpa dibeli. Juga air minung dari sungai mengalir sepanjang tahun. Tentu oleh karena pergantian musim yang selalu menyuburkan tanah dan kita bisa menikmati hasil ladang dengan bersuka cita. Mata hari bulan dan bintang berputar untuk memberikan cahaya bagi setiap kita, dimana kita membutuhkannya dalam perjalannan hidup kita. Maka keadilan Tuhan itu didalam kasih dan kesetiaanNya menjadikan kita sebagai tujuan dari setiap usahanya. Maka terkadang ketika kita menghadapi masalah, dan seolah olah tidak melihat peran Allah untuk membantu kita menghadapi masalah itu, tetapi kemudian kita akan merasakan bahwa sesuatu yang baik sedang dipersiapkan Tuhan bagi kita, walau pun mata kita tidak mampu melihat. Mata kita kabur karena sering berurai air mata sehingga mengikis sepalut mata dan membuatnya tidak mampu melihat jauh ke depan. Marilah belajar dari kisah kisah Alkitab seperti yang dialami Yusuf dan saudara saudaranya. Walau pun bagi saudara saudara ada keterancaman karena kuatir akan dibalaskan oleh Jusuf setelah sukses menjadi pebabat di Mesir. Tetapi Yusuf merasakan bahwa Allah memutar rencana jahat para saudaranya menjadi sukacita sebab dengan menjual Jusuf ke saudagar Mesir, Tuhan mempertemukan Yusuf dengan potifar dan Firaun yang mempercayakan baginya untuk menangani lumbung padi disetiap daerah di Mesir ( Kej 50:20). Dari peristiwa itu kita belajar bahwa Tuhan itu adil dan penuh kasih setia, sehingga kita beroleh kehidupan hingga kini. Maka apa yang telah kita peroleh dariNya sudah selayaknya melakukan hal yang sama di dalam kehidupan kita. Kalau Allah itu adil penuh kasih setia, sebagai umat Tuhan kita juga perlu melakukannya didalam kehidupan kita.
  4. Sebagai ucapan syukur atas anugerah dan keadilanNya di dalam hidup kita maka perlu sekali kita merenungkan dan melakukan seperti berikut:
  5. Tidak memandang berat sebelah

Memandang berat sebelah sering sekali kita praktekkan sadar atau tidak. Terlebih misalnya ketika kita tiba pada keputusan untuk menilai. Dalam keadaan seperti itu, sering sekali kita berpikir kalau si A yang mendapatkan untung, maka apa pula imbalannya bagiku. Atau kalau si B yang kubela bisakah dia meringankan keadaanku? Pada hal keadilan itu adalah ketika kita mampu melakukan keputusan tanpa berat sebelah. Sering sekali juri dianggap tidak adil karena dia nampak berat sebelah dalam memberikan penilaiannya.

  • Jangan menganggap remeh orang lain

Penyakit orang hebat dan kaya adalah memandang remeh orang lain. Dia mungkin berkata dalam dirinya, lebih hebat dan ulet aku darinya maka aku bisa meraih sukses, punya uang dan kaya. Aku lebih gigih maka wajar saja aku diatas dan dia itu dibawah levelku. Seperti kata orang, “kalau kau orang miskin sehebat dan secemerlang apa pun idemu maka engkau tidak pernah didengar orang. Tapi kalau engkau orang kaya maka buang anginmu pun dianggap orang berharga dan punya arti”. Pendapat itu tidak bijak dan tidak baik. Itu hanyalah nasehat bagi orang orang pemburu kekayaan. Pendapat itu hendaknya terkikis dalam diri kita. Karena tujuan kehidupan ini bukanlah untuk menjadi kaya. Kekayaan kita adalah untuk diri kita sendiri, dan orang lain tidak pernah meminta minta dari kita agar mereka bisa makan. Sikap seperti ini adalah sikap yang tidak baik dan tidak adil. Bahkan Yesus sendiri mengatakan “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:37-39).

  • Mau berdiakonia

Berdiakonia awalnya berarti melayani, seperti pelayan di salah satu meja perjamuan. Dari kata itulah muncul konsep diaken sebagai salah satu pelayan di gereja yang khusus tugasnya melayani orang orang miskin dan tidak mampu. Tapi kata itu juga bergerak maju dan dinamis hingga artinya mau berbagi. Seandainya ada padamu, dan orang lain membutuhkan sedikit atau sebagian dari yang kamu punya, itulah yang dimaksud berbagi dalam hubungan dengan melayani orang lain. Kalau kita mau berdiakonia, untuk membantu saudara saudara kita yagn kesusahan itu juga berarti melakukan keadilan bagi orang lain. Kata tsadiq dalam bahasa ibrani punya pengertian adil dalam bahasa Indonesia, tetapi kata itu sama dengan tsadaqah dalam bahasa Arab yang berarti bersedekah, dalam arti melakukan keadilan bagi orang lain.

  • Mencintai dan merawat lingkungan hidup kita

Dari semua ketidak adilan, ternyata ketidak adilan terhadap lingkungan hidup kitalah yang paling parah. Dalam hal menindas alam ini, gereja juga ikut berperan di dalamnya. Sebab untuk membangun satu gereja, maka kita sering meminta ijin kepada kepolisian namun yang kita ambil justru puluhan kali lipat dari kayu yang kita butuhkan. Pada petani berdasi yang memangkas hutan untuk penanaman perkebunan sungguh banyak juga dari orang Kristen. Sangat perlu penyadari bahwa kita punya tanggung jawab untuk mewariskan bumi ini bagi anak cucu kita. Apa artinya hidup kita kalau anak cucu kita akan menderita dan binasa oleh prilaku kita? Inilah saatnya kita berubah menuju kebaikan.

Pdt. Elson Lingga, MTh

Bagikan Postingan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *